Susu Kambing Etawa kaya akan bermanfaat dan khasiat terutama bagi kesehatan
serta terapi pengobatan berbagai penyakit. Susu Kambing Etawa merupakan susu
hewani yang berasal dari kambing etawa. Menurut penelitian yang dilakukan para
ahli. Susu kambing etawa memiliki kandungan protein yang tinggi, hampir setara
dengan kandungan protein yang terdapat pada ASI. Jika dibandingkan kandungan
protein yang terdapat pada telur, protein susu etawa lebih banyak. Ini salah
satu keunggulan susu produksi kambing etawa.
Di masyarakat Indonesia sendiri ada beberapa mitos menyatakan bahwa susu
kambing dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Hal ini adalah MITOS yang
salah. Berdasarkan penelitian kesehatan pandangan seperti itu adalah tidak
benar, karena didalam susu kambing etawa terdapat senyawa KALIUM yang mampu
menetralkan tekanan darah. Baik itu tekanan darah tinggi maupun tekan darah
rendah.
Hal ini juga telah diungkapkan oleh
dr. Zen Djaja MD (dokter / pimpinan Balai Pengobatan Umum Yayasan Tri Dharma,
Malang) mengatakan bahwa Susu
Kambing Etawa
memiliki manfaat yang luar
biasa dan cocok untuk dikonsumsi semua golongan dan semua umur, baik balita,
anak anak, dewasa, orang tua dan lansia.
Menurut Penelitian Susu kambing etawa memiliki banyak khasiat bagi kesehatan
manusia. Diantaranya adalah membantu mencegah ferrponic anemia ( kekurangan zat
besi ), tulang rapuh serta merangsang kecerdasan dan daya pikir anak.
Sejarah Kambing Etawa
Peranakan Etawa adalah nama jenis Kambing Perah yang banyak terdapat di Jawa
Tengah. Mengapa banyak di Jawa Tengah, mengapa namaya peranakan Etawa kemudian
menjadi populer dengan sebutan Kambing PE, sudah banyak yang membahas dan
menulisnya menurut versinya masing-masing, a kan tetapi berikut kami sampaikan
tentang kambing etawa menurut studi kami.
Jamnapari sangat terkenal sebagai Kambing Perah terbaik di India, ditempat
asalnya kambing ini biasa di sebut sebagai “Pari”, yang kira-kira berarti
Anggun , karena penampilannya memang tinggi, lehernya jenjang, langkahnya
anggun, wajahnya selalu tersenyum.
Daerah asalnya adalah di Cakarnagar, yg beda di District ETAWAH, Negara
Bagian Utar Prades. Habitatnya di sepanjang daratan (delta) antara sungai
Jamuna dan Sungai Cambal. Dan juga di sepanjang sungai Kwari di Districk Bhind,
negara bagian Madya Prades, yang berada di sebelah timur kota Dehli (deket Taj
Mahal) merupakan tempat asalnya kambing PE. Perlu Bapak ibu ketahui, ternyata
di India kambing PE namanya bukan kambing Etawah tapi Jamnapari, yang artinya
Keanggunan Jamuna.
Jamnapari telah lama menyesuaikan
atau beradaptasi dengan tempat habitatnya tersebut di atas, yang sangat subur
dan banyak tumbuh hijauan. Akibatnya dia tidak mampu hidup di tempat lainnya,
sehingga Jamnapari tidak bisa di temukan di daerah lainnya.
Habitat mereka terbentang antara
Districk Etawah kearah timur, menyeberangi sungai Jamuna seluas lebih dari
85.000 hektar. Keadaan tanahnya berlembah lembah dan berjurang jurang dengan
kedalaman antara 5 meter sampai dengan
30 meter. Pada musim panas suhu udara bisa mencapai 120F, pada musim dingin
25F, dengan curah hujan kira-kira 30 inchi.
Lembah-lembah tersebut tertutupi
oleh padatnya berbagai tanaman hijauan yang sangat subur, yang antara lain:
Bajara – Gram – Plum – Babool – Akasia – Hingota – Congkra – Arhar. Dan semua
tumbuhan tersebut sangat tergantung pada curah hujan, karena tidak ada saluran
irigasi yang saya lihat
Warna utama Jamnapari yang sangat
di dambakan adalah Putih Bersih . Bulunya pendek, kecuali pada bagian paha dan
kaki belakang yang berbulu panjang.Hidungnya melengkung atau bengkok, seperti
hidungnya tentara Romawi. Tanduknya menjulang ke atas, pada kambing dewasa
panjang tanduknya bisa mencapai 25 cm. Kupingnya terjuntai panjang. Lehernya
panjang dan kuat dan selalu lurus tegak. Punggungnya melengkung ke bawah dan
sangat kuat. Ekornya pendek , seperti ekor kelinci, dan selalu ngacung ke atas.
Kombinasi tampilan tersebut , membuat Jamnapari betul-betul nampak sangat
anggun.
Kuping yang menjuntai panjang
kebawah, merupakan ciri yang sangat unik dan menjadi dasar perilakunya yang
nampak sangat aneh. Pada anak Jamnapari yang baru berumur sekitar enam bulan,
kupingnya bisa mencapai 20 cm panjangnya, sedangkan pada yang dewasa panjangnya
bisa mencapai lebih dari 30 cm. Sehingga kupingnya selalu jauh lebih panjang
dari pada panjang wajahnya. Pada saat kepala kambing ini menunduk, maka
kupingnya akan menyentuh tanah terlebih dahulu sebelum mulutnya menyentuh tanah,
bahkan kuping yang panjang tersebut juga akan menutupi kedua belah matanya saat
menunduk untuk menggigit rumput yang berada di di tanah.
Rahang atas Jamnapari selalu
lebih pendek dari pada rahang bawahnya. Hal ini juga menjadi ciri utama
Jamnapari, yang juga mempersulit bahkan tidak memungkinkan dirinya untuk
memakan rumput pendek di tanah. Hal ini tentunya menjadi permasalahan
tersendiri bagi Jamnapari, sehingga dengan sendirinya Jamnapari lebih merasa
nyaman untuk memakan ujung/pucuk rumput yang tinggi, dedaunan di semak-semak
atau bahkan dedaunan pada tumbuhan yang tinggi.
Jamnapari yang di pelihara oleh
masyarakat setempat, umumnya pada pagi hari di beri pakan konsentrat yg berupa campuran berbagai bijian dan hijauan,
kemudian di lepas untuk merumput sepanjang hari. Betina yang hamil tidak di
ijinkan keluar kandang untuk merumput, mereka tetap di kandang dengan diberi
makanan special untuk ibu hamil, yang terdiri dari bajra, barley, jowar,
gandum.
Anakan di biarkan menyusu pada
induknya sampai dengan usia tiga bulan. Induk yang menyusui juga mendapat
ransum makanan special, agar susunya membesar montok sehingga produksi susunya melimpah. Pada saat lahir
berat kambing Jamunapari yang betina
sekitar 3Kg, enam bulan -15 Kg, setahun 30 Kg. Sedangkan yang jantan saat lahir
beratnya sama dengan yang betina sekitar 3Kg, namun laju pertambahan beratnya
sangat pesat yaitu 1Kg/minggu sampai dengan usia 3 bulan, kemudian 1Kg /sepuluh
hari. Pejantan Jamnapari bisa mencapai berat lebih dari 40 Kg pada usia setahun
Betina mulai hamil pada usia 18
bulan , dan melahirkan untuk pertamakalinya pada usia 23 bulan. Umumnya beranak
kembar, namun beranak tiga ataupun empat sering juga terjadi.
Pemilihan bibit untuk indukan
harus melalui beberapa kriteria yang rumit dan susah. antara lain :
- Warna harus
putih bersih, dan ini tak bisa di tawar-tawar lagi.
- Pejantan harus berasal dari Ibu yang sudah berumur tua, dan tidak boleh
dari kelahiran pertama kedua dan ketiga, harus dari ke empat
atau lebih.
- Tanduk tidak boleh yang lurus, tapi harus melengkung ke atas, melengkung kebawah juga tidak boleh.
- Bulu harus pendek dan bersinar mengkilap, bulu yang di paha dan kakibelakang harus
panjang.
- Hidung harus melengkung seperti hidung orang romawi, yang jantan harus
berjanggut.
- Tidak boleh ada warna hitam terutama pada
hidung dan kepala.
Jika harus mengikuti persyaratan
ini maka tidak ada satupun PE yang memenuhi persyaratan sebagai bibit yang
baik, dengan arti kata lain PE sudah tidak di akui lagi sebagai turunan
Jamnapari, berarti sudah menjadi jenis atau ras atau strain tersendiri yang
berasal dari Indonesia
Pemeliharaan Jamnapari betina dan
anakannya menjadi tanggung jawab sepenuhnya kaum wanita dalam keluarga,
sedangkan yang jantan menjadi tanggungjawab kaum lelaki dalam keluarga. Dengan
sendirinya kaum wanita akan menjadi lebih sibuk, mereka harus menyediakan
makanan kambing, memandikan, membersihkan kandang, dll. Para wanita jauh lebih
mahir dalam membantu kelahiran kambing, serta menangani ibu dan anaknya paska
melahirkan.
Para wanitalah yang sebetulnya
memegang peran utama dalam pemeliharaan kambing Jamnapari, kaum lelakinya hanya
menangani yang jantan, untuk kemudian nampang bersama kambing jantan
peliharaannya pada kontes-kontes yang sering diadakan oleh masyarakat setempat.
Pembelian kambing juga menjadi
tanggung jawab kaum lelaki, sedangkan untuk penjualan kaum wanita dan lelaki
mempunyai hak suara yang sama. Nah disini keributan sering terjadi, karena para wanita biasanya sangat menyayangi
ternak kambingnya, mereka enggan menjualnya kecuali keadaan sangat mendesak.
Sedangkan kaum lelaki lebih mengutamakan masalah keuangan, sehingga selalu
ingin menjual ternak kambingnya secepat mungkin.
Kemahiran ketekunan keuletan seorang wanita muda dalam memelihara ternak
kambing Jamnapari, sangat di hargai dan di puja oleh masyarakat setempat.
Terutama oleh kaum lelaki, si wanita tersebut dianggap “pabrik duit” dan
“sumber kehormatan”, yang dapat menaikan harkat dan martabat kaum lelaki
tersebut.
Permasalahan yang di hadapi para
peternak kambing Jamnapari di tempat asalnya, hampir sama dengan permasalahan
yang di hadapi oleh peternak kambing
lainnya di Indonesia, yang antara lain:
Kurangnya atau tiadanya ahli dalam bidang kesehatan ternak, yang
bersedia tinggal atau mengunjungi daerah peternakan yang berada di pedesaan
Pelecehan oleh pejabat pemerintah
dalam berbagai bentuk korupsi dan pemerasan terselubung
Kekurangan hijauan pada musim
tertentu
Gangguan atau serangan binatang
buas.
Bagaimana Jamnapari bisa sampai di Indonesia:
Orang asing yang pertamakali
membawa Jamnapari keluar dari daratan India, adalah bangsa Inggris yang
menjajah daratan India pada jaman kolonial dahulu kala. Jamnapari di bawa ke
daratan Eropa, kemudian ada yang di kawin silangkan dengan beberapa kambing
lokal Inggris, yang sekarang sangat populer dengan sebutan Kambing
Anglo-Nubian.
Dari daratan Eropa inilah
Jamnapari kemudian menyebar keseluruh penjuru dunia, bersamaan dengan
menyebarnya kapal dagang bangsa-bangsa Eropa yang berlayar dan berniaga
keseluruh penjuru dunia. Di Amerika Jamnapari di akui sebagai nenek moyangnya
kambing American-Nubian, yang terkenal banyak susunya.
Pada jaman Kompeni dulu , kapal
dagangnya VOC kalau berlayar ke daratan Indonesia selalu datang dalam keadaan
kosong ruang kargo nya, ruang kargo yang kosong ini akan di isi muatan
rempah-rempah dan hasil bumi lainnya, untuk kemudian di bawa ke daratan Eropa.
Pada suatu pelayaran kapal dagang
VOC dari negara Belanda menuju Pulau Jawa di Indonesia, ada sepasang penumpang
bangsa Belanda yang bernama Tuan Hollanda dan Nyonya Netherlandia. Meraka
adalah pejabat perkebunan dari Belanda yang akan di tugaskan di Pulau Jawa,
sebagai pengawas perkebunan yang biasanya di sebut Tuan Amtenar atau Juragan
Kontrol.
Mengetahui kekosongan ruang kargo di kapal tersebut maka pasangan
tersebut membawa beberapa pasang Kambing Jamunapari peliharaan kesayangannya,
yang tidak ingin mereka tinggalkan di Belanda, sehingga mereka bawa untuk di
pelihara di tempat tugasnya yang baru yaitu di Pulau Jawa, tepatnya di
perkebunan yang berada di Jawa-Tengah.
Tuan dan Nyonya tersebut selalu
menyebut Kambing Peliharaannya sebagai Kambing Asal Etawah, dan selalu
memperkenalkan kambingnya kepada masyarakat di Jawa Tengah sebagai Kambing
Etawah, dan masyarakat Jawa Tengah menyebutnya dengan nama Kambing Etawa tanpa
bunyi dari huruf H.
Seiring berjalannya waktu dan
untuk menjaga populasi kambing jamnapari, maka kambing jamnapari di kawinkan
dengan kambing-kambing lokal. Dan berkembang biak sampai sekarang yang lebih
kita kenal dengan sebutan Peranakan Etawa ( PE )
Demikian kiranya sejarah atau
asal usul kambing peranakan etawa. Semoga dapat menambah wawasan dan lebih
yakin lagi untuk dapat menkonsumsi susu kambing etawa ini.
sumber: www. pusatsusukambingetawa.com /2011/07/ asal-usul-kambing-etawa.html
Susu Kambing Etawa Gomars
Di Produksi oleh : PT. Mandala Cahaya Sentosa
Di distribusikan oleh : PT. Global Mandiri Sejahtera
BPOM / POM : MD 805013017071